Bab
I
Kekuasaan
1.1 Pengertian
Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang
atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok
lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan
dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu;
Menurut OSSIP K. FLECHTHEIM:
“Kekuasaan sosial adalah keseluruhan dari kemampuan, hubungan – hubungan dan
proses – proses yang menghasilkan ketaatan dari pihak lain ... untuk tujuan –
tujuan yang ditetapkan pemegang kekuasaan (Social power is the sum total of all those capacities, relationships
and processes by which compliance of others is secured ...for ends determined
by the power holder).
Menurut Robert M. MacIver:
“Kekuasaan sosial adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain,
baik secara langsung dengan jalan memberi perintah, maupun secara tidak
langsung dengan mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia (Social power
is the capacity to control the behavior of others either directly by fiat or
indirectly by the manipulation of available means);
Kekuasaan
adalah
kemampuan untuk menggunakan pengaruh pada orang lain; artinya kemampuan untuk
mengubah sikap atau tingkah laku individu atau kelompok. Kekuasaan juga berarti
kemampuan untuk mempengaruhi individu, kelompok, keputusan, atau kejadian.
Kekuasaan tidak sama
dengan wewenang, wewenang tanpa kekuasaan atau kekuasaan tanpa wewenang akan
menyebabkan konflik dalam organisasi.
Secara umum ada dua bentuk kekuasaan:
1.
Pertama
kekuasaan pribadi, kekuasaan yang didapat dari para pengikut dan didasarkan
pada seberapa besar pengikut mengagumi, respek dan terikat pada pemimpin.
2.
Kedua
kekuasaan posisi, kekuasaan yang didapat dari wewenang formal organisasi.
1.2 Sumber
Kekuasaan
Kekuasaan berkaitan erat
dengan pengaruh (influence) yaitu tindakan atau contoh tingkah laku yang
menyebabkan perubahan sikap atau tingkah laku orang lain atau kelompok.
Kekuasaan tidak begitu saja diperoleh individu, ada 5 sumber kekuasaan menurut John Brench dan Bertram Raven, yaitu :
1.
Kekuasaan menghargai (reward power), yaitu kekuasaan yang didasarkan
pada kemampuan seseorang pemberi pengaruh untuk memberi penghargaan pada orang
lain yang dipengaruhi untuk melaksanakan perintah (bonus sampai senioritas atau
persahabatan).
2.
Kekuasaan memaksa (coercive power), yaitu kekuasaan berdasarkan
pada kemampuan orang untuk menghukum orang yang dipengaruhi kalau tidak
memenuhi perintah atau persyaratan (teguran sampai hukuman).
3.
Kekuasaan sah (legitimate power), yaitu kekuasaan formal yang
diperoleh berdasarkan hukum atau aturan yang timbul dari pengakuan seseorang
yang dipengaruhi bahwa pemberi pengaruh berhak menggunakan pengaruh sampai pada
batas tertentu.
4.
Kekuasaan
keahlian (expert power), yaitu kekuasaan yang didasarkan
pada persepsi atau keyakinan bahwa pemberi pengaruh mempunyai keahlian relevan
atau pengetahuan khusus yang tidak dimiliki oleh orang yan dipengaruhi (professional
atau tenaga ahli).
5.
Kekuasaan
rujukan (referent power), yaitu kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok
yang didasarkan pada indentifikasi pemberi pengaruh yang menjadi contoh atau
panutan bagi yang dipengaruhi (karisma, keberanian, simpatik dan lain-lain).
Bab
2
Stres
2.1 Pengertian
Stres
Stress adalah bentuk
ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk
ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut strain.
ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut strain.
Menurut Robbins (2001) stress
juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis
seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan
tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian stress
dikaitkan dengan penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu kondisi
yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan
dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan
kerja mereka.
Menurut Woolfolk dan Richardson
(1979) menyatakan bahwa adanya system kognitif, apresiasi stress menyebabkan
segala peristiwa yang terjadi disekitar kita akan dihayati sebagai suatu stress
berdasarkan arti atau interprestasi yang kita berikan terhadap peristiwa
tersebut, dan bukan karena peristiwa itu sendiri.Karenanya dikatakan bahwa
stress adalah suatu persepsi dari ancaman atau dari suatu bayangan akan adanya
ketidaksenangan yang menggerakkan, menyiagakan atau mambuat aktif organisme.
Sedangkan menurut Handoko
(1997), stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses
berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu besar dapat mengancam
kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.
Sedangkan berdasarkan definisi kerja
stress, stress dapat diartikan sebagai:
A.
Suatu tanggapan adaptif, ditengahi oleh perbedaan individual
dan atau proses psikologis, yaitu suatu konsekuensi dari setiap kegiatan (lingkungan),
situasi atau kejadian eksternal yang membebani tuntunan psikologis atau fisik
yang berlebihan terhadap seseorang.
B. Sebagai suatu tanggapan
penyesuaian, dipengaruhi oleh perbedaan individu dan atau proses psikologis
yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar ( lingkungan )
situasi atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik
berlebihan pada seseorang.
Menurut Mason (1971 ) membantah konsep yang mengatakan bahwa
stress hanyalah merupakan badaniah saja. Ditunjukkkannya bahwa daya adaptasi
seseoarang itu tergantung pada faktor-faktor kejiwaan atau psikologiknya yang
menyertai stresor. Stres bukanlah konsep faal saja, lebih banyak dilihat
sebagai konsep perilaku, setiap reaksi organisme terhadap stresor memungkinkan
sekali terlebih dahulu dimulai oleh kelainan perilaku dan kemudian mungkin baru
terjadi akibat faal, kemudian Mason (1976 ) menunjukkan bahwa terdapat pola
hormonal yang berbeda terhadap stresor fisik yang berbeda. Pada penelitain Wolf
dan Goodel ( 1968 ) bahwa individu-individu yang mengalami kesukaran dengan
suatu sistem organ, cenderung akan bereaksi etrhadap stresor dengan gejala dan
keluhan dalam sistem organ yang sama.Kondisi sosial, perasaan dan kemampuan
untuk menanggulangi masalah, ternyata mempengaruhi juga aspek yang berbeda-beda
dari reaksi terhadap stres.
Menurut Selye (Bell, 1996) stress diawali dengan reaksi waspada (alarm reaction) terhadap adanya ancaman, yang ditandai oleh proses tubuh secara otomatis, seperti: meningkatnya denyut jantung, yang kemudian diikuti dengan reaksi penolakan terhadap stressor dan akan mencapai tahap kehabisan tenaga (exhaustion) jika individu merasa tidak mampu untuk terus bertahan.
Menurut Selye (Bell, 1996) stress diawali dengan reaksi waspada (alarm reaction) terhadap adanya ancaman, yang ditandai oleh proses tubuh secara otomatis, seperti: meningkatnya denyut jantung, yang kemudian diikuti dengan reaksi penolakan terhadap stressor dan akan mencapai tahap kehabisan tenaga (exhaustion) jika individu merasa tidak mampu untuk terus bertahan.
Lazarus (1984) menjelaskan bahwa stress juga dapat diartikan sebagai:
A.
Stimulus, yaitu stress merupakan kondisi atau kejadian
tertentu yang menimbulkan stress atau disebut juga dengan stressor.
B.
Respon, yaitu stress merupakan suatu respon atau reaksi
individu yang muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stress.
Respon yang muncul dapat secara psikologis, seperti: takut, cemas, sulit
berkonsentrasi dan mudah tersinggung.
C.
Proses, yaitu stress digambarkan sebagai suatu proses dimana
individu secara aktif dapat mempengaruhi dampak stress melalui strategi tingkah
laku, kognisi maupun afeksi.
Jadi, stress dapat mempengaruhi fisik, psikis mental dan emosi. Tetapi, stress dapat mempunyai dua efek yang berbeda, bisa negatif ataupun positif, tergantung bagaimana kuatnya individu tersebut menghadapi stress atau bagaimana individu tersebut mempersepsikan stress yang sedang dihadapinya.
Jadi, stress dapat mempengaruhi fisik, psikis mental dan emosi. Tetapi, stress dapat mempunyai dua efek yang berbeda, bisa negatif ataupun positif, tergantung bagaimana kuatnya individu tersebut menghadapi stress atau bagaimana individu tersebut mempersepsikan stress yang sedang dihadapinya.
Sumber-Sumber Stres
Sumber-sumber stres dapat digolongkan dalam bentuk-bentuk:
1) Krisis
Perubahan atau peristiwa yang timbul mendadak dan
menggoncangkan keseimbangan
seseorang diluar jangkauan penyesuaian sehari-hari dapat merangsang stresor. Misalnya: krisis dibidang usaha, hubungan keluarga dan sebagainya.
seseorang diluar jangkauan penyesuaian sehari-hari dapat merangsang stresor. Misalnya: krisis dibidang usaha, hubungan keluarga dan sebagainya.
2) Frustasi
Kegagalan dalam usaha pemuasan kebutuhan-kebutuhan atau
dorongan naluri, sehingga timbul kekecewaan. Frustasi timbul
bila niat atau usaha seseorang terhalang oleh rintangan-rintangan yang
menghambat kemajuan suatu cita-cita baik yang berasal dari dalam diri sendiri atau dari
luar.
3) Konflik
Pertentangan antara dua keinginan atau dorongan yaitu antara
kekuatan dorongan naluri dan kekuatan yang mengendalikan dorongan-dorongan
naluri tersebut.
4) Tekanan
Stres dapat ditimbulkan oleh tekanan yang berhubungan dengan
tanggung jawab yang
besar yang harus ditanggung seseorang.
besar yang harus ditanggung seseorang.
Faktor- Faktor yang
Menyebabkan Stres
Stres disebabkan oleh banyak faktor yang disebut dengan
stressor. Stressor merupakan
stimulus yang mengawali atau mencetuskan perubahan. Stressor menunjukkan suatu
kebutuhan yang tidak terpenuhi dan kebutuhan tersebut bisa saja kebutuhan fisiologis,
psikologis, sosial, lingkungan, perkembangan, spiritual, atau kebutuhan kultural. Stressor secara umum dapat diklasifikasikan sebagai stressor internal dan stressor eksternal.
Stressor internal berasal dari dalam diri seseorang misalnya kondisi fisik, atau suatu keadaan emosi. Stressor eksternal berasal dari luar diri seseorang misalnya perubahan lingkungan sekitar, keluarga dan sosial budaya .
stimulus yang mengawali atau mencetuskan perubahan. Stressor menunjukkan suatu
kebutuhan yang tidak terpenuhi dan kebutuhan tersebut bisa saja kebutuhan fisiologis,
psikologis, sosial, lingkungan, perkembangan, spiritual, atau kebutuhan kultural. Stressor secara umum dapat diklasifikasikan sebagai stressor internal dan stressor eksternal.
Stressor internal berasal dari dalam diri seseorang misalnya kondisi fisik, atau suatu keadaan emosi. Stressor eksternal berasal dari luar diri seseorang misalnya perubahan lingkungan sekitar, keluarga dan sosial budaya .
Penyebab stres dapat dikelompokkan kedalam dua kategori,
yaitu kategori pribadi dan
kategori kelompok atau organisasi. Kedua kategori ini, baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada individu atau kelompok dan prestasi individu dan kelompok yang bersangkutan (Agoes,2003).
kategori kelompok atau organisasi. Kedua kategori ini, baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada individu atau kelompok dan prestasi individu dan kelompok yang bersangkutan (Agoes,2003).
Santrock (2003) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan stres
terdiri atas :
1) Beban yang terlalu berat, konflik dan frustasi
1) Beban yang terlalu berat, konflik dan frustasi
Beban yang terlalu berat menyebabkan perasaan tidak berdaya,
tidak memiliki harapan
yang disebabkan oleh stres akibat pekerjaan yang sangat berat dan akan membuat
penderitanya merasa kelelahan secara fisik dan emosional.
yang disebabkan oleh stres akibat pekerjaan yang sangat berat dan akan membuat
penderitanya merasa kelelahan secara fisik dan emosional.
2) Faktor kepribadian
Tipe kepribadian A merupakan tipe kepribadian yang cenderung
untuk mengalami stres,
dengan karakteristik kepribadian yang memiliki perasaan kompetitif yang sangat berlebihan, kemauan yang keras, tidak sabar, mudah marah dan sifat yang bemusuhan.
dengan karakteristik kepribadian yang memiliki perasaan kompetitif yang sangat berlebihan, kemauan yang keras, tidak sabar, mudah marah dan sifat yang bemusuhan.
3) Faktor kognitif
Sesuatu yang menimbulkan stres tergantung bagaimana individu
menilai dan
menginterpretasikan suatu kejadian secara kognitif. Penilaian secara kognitif adalah
istilah yang digunakan oleh Lazarus untuk menggambarkan interpretasi individu terhadap kejadian-kejadian dalam hidup mereka sebagai sesuatu yang berbahaya, mengancam atau menantang dan keyakinan mereka dalam menghadapi kejadian tersebut dengan efektif. Pada umumnya stressor psikososial dapat digolongkan sebagai berikut:
menginterpretasikan suatu kejadian secara kognitif. Penilaian secara kognitif adalah
istilah yang digunakan oleh Lazarus untuk menggambarkan interpretasi individu terhadap kejadian-kejadian dalam hidup mereka sebagai sesuatu yang berbahaya, mengancam atau menantang dan keyakinan mereka dalam menghadapi kejadian tersebut dengan efektif. Pada umumnya stressor psikososial dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Perkawinan
Berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber stres yang dialami seseorang,
misalnya: pertengkaran, perpisahan, perceraian, kematian salah satu pasangan, ketidaksetian, dan lain sebagainya.
Berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber stres yang dialami seseorang,
misalnya: pertengkaran, perpisahan, perceraian, kematian salah satu pasangan, ketidaksetian, dan lain sebagainya.
b. Problem orang tua
Permasalahan yang dihadapi orang tua; misalnya kenakalan anak, anak
sakit, hubungan yang tidak baik dengan mertua, ipar, besan dan lain
sebagainya.
c. Hubungan interpersonal
Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat/orang-orang
disekitar yang
mengalami konflik.
mengalami konflik.
d.
Pekerjaan
Masalah pekerjaan merupakan sumber stres kedua setelah masalah
perkawinan; misalnya: pekerjaan terlalu banyak, pekerjaan tidak cocok, mutasi, jabatan,
kenaikan pangkat, pensiun, kehilangan pekerjaan, dan lain
sebagainya.
e.
Lingkungan hidup
Kondisi lingkungan yang buruk besar pengaruhnya bagi kesehatan seseorang.
Rasa
tercekam dan tidak merasa aman ini amat mengganggu ketenangan dan ketenteraman hidup, sehingga tidak jarang orang jatuh kedalam depresi dan kecemasan.
tercekam dan tidak merasa aman ini amat mengganggu ketenangan dan ketenteraman hidup, sehingga tidak jarang orang jatuh kedalam depresi dan kecemasan.
f.
Keuangan
Masalah
keuangan (kondisi sosial-ekonomi) yang tidak sehat misalnya pendapatan jauh
lebih rendah dari pengeluaran, terlibat utang, kebangkrutan usaha, soal warisan dan lain
sebagainya sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa seseorang.
lebih rendah dari pengeluaran, terlibat utang, kebangkrutan usaha, soal warisan dan lain
sebagainya sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa seseorang.
g. Hukum/peraturan
Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum/peraturan yang ada dapat
merupakan sumber stres pula.
h. Perkembangan
Yang dimaksud disini adalah masalah perkembangan baik fisik maupun mental
seseorang, misalnya masa remaja, masa dewasa, menopouse, usia lanjut,
dan sebagainya.
i. Kondisi fisik atau cidera
j. Faktor keluarga
Faktor keluarga yang dimaksud disini adalah faktor stres yang dialami
oleh seseorang
yang disebabkan karena kondisi keluarga yang tidak baik yaitu sikap orang tua.
yang disebabkan karena kondisi keluarga yang tidak baik yaitu sikap orang tua.
k. Lain-lain
Stressor kehidupan yang lainnya juga dapat menimbulkan depresi dan
kecemasan adalah bencana alam, kebakaran, perkosaan, dan sebagainya. Nelson
menyebutkan bahwa penyebab stres umumnya adalah: pindah ke daerah baru, masuk perguruan tinggi, pindah
sekolah, menikah, hamil, baru bekerja, gaya hidup baru, perceraian, kematian orang yang dicintai,
dipecat dari pekerjaan, tekanan waktu, persaingan, kesulitan keuangan, suasana atau bunyi yang
sangat ramai atau bising, tidak puas atau tidak nyaman. Terjadinya stres karena
stressor tersebut dipersepsikan oleh individu sebagai suatu ancaman sehingga
mengakibatkan kecemasan yang merupakan tanda umum dan awal dari gangguan kesehatan fisik,
psikologis, bahkan spiritual. Sedangkan dampak dari stressor tersebut dapat dipengaruhi
oleh berbagai faktor yaitu: Sifat stressor, jumlah stressor pada saat yang
bersamaan, lama pemajanan terhadap stressor, pengalaman masa lalu, tingkat perkembangan.
2.2 Pendekatan Stres
Pendekatan
yang tepat dalam mengelola stres, ada dua pendekatan yaitu pendekatan individu
dan pendekatan organisasi.
A.
Pendekatan Individual
Seorang
karyawan dapat berusaha sendiri untuk mcngurangi level stresnya. Strategi yang
bersifat individual yang cukup efektif yaitu; pengelolaan waktu, latihan fisik,
latihan relaksasi, dan dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik maka
seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan
kerja yang tergesa-gesa.
Dengan
latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu
menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi sires yang
dihadapi pekerja pcrlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai stratcgi
terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan roengumpulkan sahabat, kolega,
keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.
B. Pendekatan
Organisasi
Beberapa
penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi
yang scmuanya dikendalikan oleh manajemen, schingga faktor-faktor itu dapat
diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen
untuk mengurangi stres karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan,
penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif,
komunikasi organisasional, dan program kesejahteraan.
Melalui
strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang sesuai
dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta
adanya hubungan interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik
dan mental. Secara umum strategi manajemen stres kerja dapat dikelompokkan
mcnjadi strategi penanganan individual, organisasional dan dukungan sosial
(Margiati, 1999:77-78).
2.3
Pengalaman Stres
“Saya
memiliki pengalaman stres yang akhir-akhir ini baru saya alami. Mulai dari
pengalaman stres saya dirumah, dikampus, dan kehidupan asmara saya sendiri.
Saya akan cerita pengalam stres saya dirumah. Saya paling ga nyaman dirumah
kecuali kamar saya sendiri.
Saya
termasuk anak yang tidak dekat dengan orang tua apalagi dengan seorang bapak.
Karena saya tidak menyukai seorang bapak seperti bapak saya. Karena kerjaannya
dirumah cuman santai-santai padahal dia termasuk orang yang pintar karena dia
pernah kuliah di Al-Azhar Kairo dengan mendapatkan beasiswa disana tetapi dia
tidak memanfaatkan kepintarannya untuk menafkahi keluarganya. Dia hanya
mengandalkan harta kekayaan yang banyak dari ibu saya. Ditambah lagi bapak saya
suka membesar-besarkan masalah yang hanya sedikit saja. Saya menjadi tidak
betah dirumah kecuali kalau bapak saya tidak sedang ada dirumah.
Dia juga
berulah dengan berantem terus dengan ibu saya sampai-sampai ingin bercerai
dengan ibu saya. Hak dia aja tidak jelas. Rumah berserta isinya adalah milik
ibu saya. Anak-anak juga sekolah hingga dijenjang yang tinggi dengan perjuangan
ibu saya. Dia hanya berkata kalau anak perempuan gayusah berpendidikan tinggi.
Lulus SMA bisa langsung dinikahin aja. Seorang bapak yang sinting sekali! Dan
semua perbuatan beliau lainnya yang amat sangat tidak terpuji padalah ia adalah
seorang ustad! Jikalau dia sudah tiada didunia ini, stres saya pasti akan
hilang karena itulah cara satu-satunya.
Pengalaman
stres saya dikampus. Saya adalah
mahasiswa pindahan dari kampus Gunadarma dikalimalang dan pindah ke kampus
Gunadarma didepok karena lokasi yang makin jauh kuliah dikalimalang. Semakin
tinggi tingkat dikampus, semakin sedikit sks dan semakin banyak tugas. Awal
mula stres saya dikampus karena tugas yang semakin menggunung apalagi ditambah
sedang UTS tetapi tetap harus mengerjakan deadline tugas dan sidang yang lebih
dari 1. Kalau hanya tugas yang membuat saya stres itu hal yang semua mahasiswa
lainnya alami tetapi ketika stres ditambah karena teman sekelompok yang
menghujat saya karena menganggap saya tidak mengerjakan tugas dan hanya
santai-santai saja itulah yang menjadi tingkat stres tambahan dikampus.
Bayangkan
saja, saya setiap mengerjakan tugas pasti malam hingga pagi. Siang dan sorenya
saya ada tanggung jawab yang lain yang harus saya kerjakan dan saya tidak
melupakan tugas saya dikampus walaupun saya mempunyai tanggung jawab yang
banyak diluar kampus. Sampai-sampai saya tidak mandi, tidak tidur, tidak makan,
pulang terlalu malam karena mengerjakan sebagian tugas kampus diluar skalian.
Tetap saja teman sekelompok saya itu melihat saya update saya pergi itu dibilang jalan-jalan. Saya termasuk jarang
update tugas dan ngeluh sana sini. Karena saya juga sedang memfokuskan agar
tugas kampus selesai setelah saya menyelesaikan tanggung jawab saya yang
lainnya.
Dan
lebih anehnya, saya tidak berteman dengan dia tapi dia selalu mengetahui
aktivitas saya. Ketauan sekali bahwa dia mencari kesalahan saya jikalau tugas
kelompok kami berantakan dan salah. Sungguh jahat sekali pemikirannya dia. Dan
saya sekarang hanya berdoa agar dia dapat balasan sama Tuhan yang maha adil.
Sekarang saya cukup tau tentang dia dan tidak akan sekelompok lagi dengan dia
karena saya amat sangat lelah jikalau apa yang saya korbankan tetapi dihujat
seperti itu.
Pengalaman
stres saya dikehidupan asmara saya sendiri. Saya sangat mencintai kekasih yang
sudah tiga tahun di akhir tahun ini yang bernama H (inisial). Ditahun-tahun
yang semakin menua mulai lah banyak yang berdatangan cobaan-cobaan dalam
hubungan kami. Banyak sekali cobaan ditahun ini yang membuat saya stres karena
hampir membuat hubungan yang saya jalani bersama H berakhir. Dari mulai banyak
bermunculan lelaki-lelaki dikehidupan saya padahal saya tidak mengenal dia,
dari banyaknya kondisi dan keadaan yang membuat kesalahpahaman diantara kami
padahal kenyataannya tidak seperti apa yang dilihat.“
2.4 Studi
Kasus Stres di Tempat Kerja
“Selama dua bulan
terakhir, L merasa kurang fit, tidak bergairah, jenuh, dan hampir seluruh tubuh
terasa pegal-pegal. Hasil analisis dokter ahli penyakit dalam terhadap hasil
pemeriksaan laboratorium klinis ternyata tidak menunjukkan gejala gangguan
fungsi fisiologis serius, tapi L merasa sakit dan tidak sanggup bekerja seperti
biasanya. (L, 48). Keluhan Bapak L memiliki intensitas yang sangat tinggi pada
pagi hari kerja. Namun ketika jam kantor usai, keluhan tersebut hilang. Bahkan
L mampu bermain tenis dua set tanpa merasa letih ataupun lesu.
Setelah ada hasil
anamnesis eksploratif lanjut, menghasilkan ungkapan ketidakpuasannya terhadap sikap
atasan dalam menangani permasalahan keuangan di kantor, tempat L diangkat
menjadi manajer keuangan pada perusahaan besar di kantor cabang. Nota tagihan
yang harus dibayar untuk pembelian kebutuhan intern kantor sering menunjukkan
rincian harga yang L tahu tiga kali lipat dari harga riil. L merasa sulit untuk
membayar tagihan tersebut, sementara itu nota tagihan sudah mendapat
persetujuan atasannya.
Ketika
mencoba mendiskusikan masalah jumlah tagihan tersebut kepada atasannya, L
mendapat bentakan keras dan menyalahkannya. Hal yang sangat di khawatirkan L
adalah bila tiba-tiba kantornya diaudit akuntan dari kantor pusat. Kecemasan
berlanjut dialami L, sementara ia belum menemukan solusinya, padahal promosi sebagai
bendahara kantor baru diperoleh dalam tiga bulan ini.”
Analisis:
Konflik
mental yang dihadapi L adalah pada satu pihak ia ingin mempertahankan jabatan
yang baru saja diperoleh, sementara konsekuensi jabatan tersebut membuat
performa kerjanya dan fisiologisnya menurun. Dalam pernyataannya, bisa dilihat
juga bahwa iklim kerja yang mengecewakan, karena tidak mendapat dukungan di
lingkungan kerjanya.
Berdasarkan
keluhan yang disampaikan, bahwa L menderita keluhan neurasthenia. Neurasthenia
adalah salah satu gejala neurosa, di mana seseorang merasa lelah mental dan
fisik yang diikuti rasa pegal-pegal, bahkan sakit-sakit diseluruh tubuh.
Penderita juga kehilangan gairah kerja, konsentrasi kerja menurun, dan walaupun
diikuti peningkatan jumlah jam tidur, saat terjaga dari tidur penderita tetap
merasa lesu dan tidak merasakan kebugaran tubuh. Kondisi akan membaik jika jam
kerja di kantor telah usai. Keluhan semacam ini biasanya terjadi karena stres
di dunia kerja.
Daftar Pustaka
Wijono, Sutarto. 2010. Psikologi Industri dan Organisasi: Dalam Suatu
Bidang Gerak Psikologi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana.
Sadarjoen, Sawitri Supardi. 2005. Jiwa yang Rentan. Jakarta: Kompas.
Budiardjo,Miriam.
2000. Dasar – Dasar Ilmu Politik.
Kekuasaan, wewenang dan Pengaruh.
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&sqi=2&ved=0CE4QFjAD&url=http%3A%2F%2Fviyan.staff.gunadarma.ac.id%2FDownloads%2Ffiles%2F15113%2F2_WEWENANG%2C%2BDELEGASI%2BDAN%2BDESENTRALISASI.pdf&ei=-MyxUqPwGMaJrQe_iIHoAg&usg=AFQjCNEck5jUBwV_X3IWmCY_Bp-_8Bb5sw&sig2=cfEbFl4pI1xnStJKxrZxTg&bvm=bv.58187178,d.bmk.
Diakses pada
18 Desember
2013.